Minggu, 16 Oktober 2011

Reshuffle Kabinet

Boni Hargens, Pengamat Politik

Apa motif di balik kembali munculnya isu reshuffle sekarang?

Itu hanya dagangan politik dari Presiden SBY dan Partai Demokrat. Isu ini menjadi alat untuk menjaga koalisi. Dan, partai-partai 'nakal' yang tergabung dalam koalisi akan kembali mengatur barisannya dengan adanya isu menteri-menteri mereka yang akan diganti. Maka itu, saya sebut isu reshuffle hanya 'dagangan politik' dari pemerintah.

Padahal, reshuffle ini sangat diperlukan karena banyak menteri yang berkinerja buruk, namun masih dipertahankan. Misalnya, menteri-menteri yang diduga terlibat kasus korupsi, pemerintah seharusnya tidak menunggu adanya penetapan tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan adanya dugaan praktik korupsi dalam kementeriannya, secara tidak langsung masyarakat menilai buruk pemerintahan SBY.

Selain itu, ada juga menteri yang digugat cerai oleh istrinya. Ini merupakan preseden moralitas yang buruk dari menteri tersebut. Dengan begitu, sedikitnya ada empat menteri yang seharusnya di-reshuffle, yaitu Tifatul Sembiring (menteri Komunikasi dan Informasi), Patrialis Akbar (menteri Hukum dan HAM), Andi Mallarangeng (menteri Pemuda dan Olahraga), dan Suharso Monoarfa (menteri Negara Perumahan Rakyat).

Di samping sebagai gertakan untuk partai koalisi, apakah isu reshuffle sekarang sebagai pengalihan isu?

Saya pernah berbincang dengan Kuntoro Mangkusubroto yang menjadi ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dari pembicaraan tersebut, dikatakan jika SBY kesulitan untuk melakukan reshuffle terhadap menteri-menteri yang memiliki catatan buruk. Sebab, mereka merupakan representasi dari partai-partai koalisi. Ini yang membuat politik kita keliru. Mestinya pengaturan kabinet adalah hak prerogatif dari seorang presiden, tidak bisa diatur-atur oleh partai koalisinya.

Jika ada menteri yang tidak bisa diatur, presiden bisa langsung menggantinya. Hal itu pun akan berdampak kepada presidennya. Masyarakat kan melihat siapa presidennya, bukan menterinya. Partai Demokrat juga tidak bisa melihat bahwa SBY tidak memiliki kesalahan. Presiden kan harus dapat mengontrol dan memilih menteri-menteri yang berkualitas dan berintegritas. Jika banyak menteri yang bermasalah, ini menandakan kurangnya kontrol dari kepala kabinetnya, dalam hal ini presiden.

Reputasi SBY pun menjadi buruk yang mengakibatkan legalitas Presiden bisa turun dan kepuasan masyarakat pun ikut menurun. Tapi, sekali lagi, jika ada menteri yang dicopot, semisal Muhaimin Iskandar (menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), tentunya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) tidak akan ikhlas.

Untuk sekarang, apakah reshuffle akan benar-benar dilakukan Presiden?

Saya sih (tetap) meragukannya. Tapi, kita lihat saja, apakah pemerintah memiliki keinginan untuk membersihkan kabinetnya atau ada kompromi politik, dan lagi-lagi ini hanya isu dan hanya ramai-ramai sesaat. Inilah yang saya sebut 'kegenitan politik' dari pemerintah.






Heru Lelono, Staf Khusus Presiden

Isu reshuffle semakin menguat dan selalu muncul setiap tahun?

Yang memunculkan siapa? Kan publik sendiri, media, pengamat. Masyarakat lain menilai bagaimana kok malah orang ini mendorong, memaksa Presiden, itu kan hak prerogatif Presiden. Tidak ada ritual (reshuffle) sebenarnya. Setiap Oktober kan selalu begini, padahal Presiden bisa mengganti (menteri) kapan saja. Beliau ingin mencapai sesuatu yang lebih, maka para menteri harus siap bekerja keras, kalau tidak mampu, ya siap-siap diganti.

Apakah Istana akan mengikuti aspirasi masyarakat yang ingin perubahan di kabinet?

Secara pribadi, saya senang kok dengan isu reshuffle itu. Harapan saya, para menteri malah dapat bekerja keras supaya tidak diganti. Kalau ada menteri yang sedang dikabarkan reshuffle malah jadi malas dan gundah, buat Presiden gampang, ya langsung diganti saja. Artinya, orang ini agak bodoh malahan. Kalau dia merasa sudah tidak pantas, diganti. Kalau tidak mau diganti, tunjukkan kinerja dong, itu yang penting.

Artinya, evaluasi pasti ada, namun tidak tentu berujung pada reshuffle?

Evaluasi secara keseluruhan, itu pasti. Yang ingin dicapai pemerintah adalah pembangunan untuk masyarakat. Reshuffle menteri adalah untuk perbaikan. Tapi, kalau ada sektor lain yang tak melakukan perbaikan, mau diganti (reshuffle) berapa kali pun, tidak ada gunanya.

Tanggung jawab kewajiban pembangunan ini kan sudah terbagi habis, apakah itu regional, kedaerahan, atau sektor. Jadi, kalau yang diperbaiki hanya satu sisi-tetapi DPR/DPRD tidak memperbaiki kondisinya, kepala daerah tidak bekerja sama dan hanya menonjolkan ego masing-masing-omong kosong menteri mau di-reshuffle berapa kali tidak akan ada gunanya.

Tapi, seberapa besar kemungkinan reshuffle itu?

Reshuffle sangat mungkin terjadi (setelah ada evaluasi menyeluruh). Mengenai siapa menteri yang diganti, saya tidak bisa menjawab. Saya pernah mengatakan, yang tahu itu mungkin hanya SBY dan Tuhan. Tapi yang jelas, yang dipikirkan Presiden dalam 3,5 tahun (sisa periode keuasaan-Red) ingin mencapai hasil setinggi-tingginya. Kalau ada menteri yang tidak mengikuti niatan itu, ya memang harus diganti supaya tidak menghambat target-target yang ingin dicapai Presiden. Para menteri jangan gundah, tetapi harus tunjukkan kerja keras bahwa Presiden ingin mencapai itu.

Sikap Presiden jika ada menteri berstatus tersangka?

Pasti akan dinonaktifkan, dijamin itu. Atensi Presiden sudah pasti, tidak mungkin tidak. Di mata hukum semua harus duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Presiden sudah berkali-kali mengatakan, tidak bisa dilindungi karena kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar