Minggu, 16 Oktober 2011

Pro Kontra Reshuffle Kabinet

Jakarta, Seruu.com - Terkait dengan evaluasi kinerja menteri dalam kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ramai diperbincangkan sejak 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono pro dan kontra bermunculan di tengah politikus, pengamat maupun masyarakat. Isu reshuffle kabinet semakin menguat pasca perbedaan pendapat Sekretariat Gabungan (Setgab) koalisi di DPR. Sejumlah anggota koalisi seperti PKS dan Golkar menganggap setgab koalisi tidak dibangun untuk menyeragamkan pendapat

Anas Urbaningrum dalam pernyataannya pagi ini menyatakan bahwa reshuffle kabinet akan menguatkan koalisi pemerintah di Sekretariat Gabungan. Meski ia juga mengakui bahwa reshuffle atau tidak itu murni hak presiden.

"Itu kewenangan Presiden. Yang saya tahu visi Presiden adalah penguatan koalisi dan peningkatan kinerja kabinetnya." papar Anas di Jakarta, Rabu (01/12).

Dukungan juga diungkapkan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Akbar Tanjung. Akbar menyetujui keputusan SBY untuk mengganti menteri dari partai Golkar.

"Mengenai siapa yang diganti, itu prerogatif presiden. Apakah kemudian ada partai yang berkurang atau bertambah, sepenuhnya juga presiden yang memutuskan. Kabinet kan sudah berjalan satu tahun, saya kira wajar kalau presiden melakukan evaluasi terhadap kinerja para pembantu-pembantunya," kata Akbar di Jakarta, Selasa (30/11/2010).

Mantan ketua DPR itu mengatakan, Presiden sudah sewajarnya melakukan evaluasinya terhadap kinerja pembantunya. Presiden berhak melakukan pergantian jika kinerja pembantunya jauh dari harapannya.

"Pergantian-pergantian terhadap menteri-menteri yang menurut ukuran presiden atau menurut keinginan presiden tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, presiden berhak melakukan pergantian," tambahnya.

Sementara ditempat terpisah pengamat politik dari Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Dr Ibnu Tricahyo menyatakan, presiden harus mulai menentukan kriteria bagai para calon menteri yang akan membantu kinerjanya di pemerintahan.

"Penetapan kriteria itu semata-mata hanya untuk membatasi agar menteri yang dipilih nanti karena kapasitasnya, bukan karena sebagai mitra koalisi partai pemenang Pemilu seperti yang terjadi sekarang ini," tegas Ibnu ketika diminta tanggapannya terkait adanya rencana "reshuffle" kabinet di Malang, Rabu (01/12).

Hanya saja, tegasnya, perombakan kabinet yang sering dilakukan oleh presiden termasuk presiden periode sebelumnya akan menjadikan trauma terhadap sistem ketatanegaraan, apalagi kalau melihat kekuatan politik (koalisi) sekarang ini.

Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) Malang itu berpendapat, mau tidak mau presiden harus berkoalisi dengan partai politik (parpol) lain, namun jangan seperti yang terjadi sekarang ini. Banyak menteri yang sama sekali tidak punya kapasitas dan bukan dari kalangan profesional.

"Boleh saja parpol koalisi mengusulkan calonnya, namun harus yang berintegritas, punya kapasitas dan keahlian di bidang yang bakal digelutinya. Bukan asal mengusulkan dan rata-rata juga kader parpol, kondisi ini kan tidak baik bagi negara," tegasnya.

Berbeda dengan Ibnu, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr Mas'ud Said justru menyarankan agar presiden tidak melakukan perombakan kabinet, sebab perombakan kabinet saat ini bukan merupakan jalan terbaik untuk membenahi kinerja para menteri.

"Yang terjadi nanti justru rebutan jabatan dan hanya akan menjadi 'jembatan' para politikus semata, bukan profesionalitas yang di kedepankan," tegas mantan Dekan FISIP UMM tersebut.

Apalagi, lanjutnya, bisa dipastikan orang-orang yang diusulkan dan diajukan ke presiden untuk mengisi jabatan menteri adalah orang-orang politik, bukan profesional.

"Oleh karena itu menurut saya, 'reshuffle' kabinet tidak perlu dilakukan, kinerja para menteri yang selama ini masih mendapat rapor merah saja yang diperbaiki dan dioptimalkan. Memang idealnya seorang menteri itu dari kalangan profesional," tegas Mas'ud.

Reshuffle Kabinet, Now or Never!

Di saat Kabinet SBY-Boediono yang terbentuk pada 22 Oktober 2009 berusia 100 hari dan satu tahun, isu pergantian (reshuffle) kabinet sangat santer terdengar, tapi reshuffle tidak pernah terwujud.

Menjelang dua tahun usia Kabinet SBY-Boediono, isu itu muncul kembali. Kali ini momentumnya sangat tepat, bukan karena adanya isu korupsi di beberapa kementerian, bukan pula karena isu “selingkuh” atau urusan pribadi beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, melainkan karena Presiden SBY menginginkan agar dalam tiga tahun mendatang kabinet memiliki kinerja yang lebih baik dan lebih banyak lagi yang bisa dilakukan.

Dengan kata lain, Presiden SBY ingin agar sebelum kabinet tepat berusia dua tahun, sudah ada kabinet baru yang siap bekerja lebih baik, efektif dan efisien.

Dari kalangan politisi, ada pro dan kontra mengenai reshuffle kabinet ini. Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tanjung misalnya, menilai inilah momentum yang sangat tepat mengganti kabinet. Tapi, seperti diungkapkan Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto, hingga kini Presiden SBY belum melakukan konsultasi politik dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) termasuk yang kontra dengan reshuffle kabinet ini. Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring, misalnya, menilai kinerja kabinet sudah baik, devisa negara meningkat, pertumbuhan ekonomi juga mencapai 6,4% tahun lalu.

Sekjen PKS Anis Matta malah agak sinis mengenai reshuffle yang targetnya katanya hanyalah Fund Rising (mencari uang) untuk pemilu 2014 karena yang direshuffle adalah menteri dari kementerian yang basah.

Hingga kini baru Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sudah diajak bicara oleh Presiden SBY, sementara dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ada pernyataan bahwa posisi Ketua Umum PKB yang juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar aman, walau skandal korupsi di kementeriannya sudah amat santer terdengar dan diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lepas dari pro dan kontra tersebut, Presiden SBY memiliki hak prerogatif mengganti kabinetnya. Presiden tentunya juga sudah memiliki data dan informasi yang amat sangat akurat mengenai kinerja para menterinya selama dua tahun terakhir ini, baik yang dipasok oleh Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Percepatan Pembangunan (UKP4), masukan-masukan informasi dari media massa, maupun dari hasil sidang-sidang kabinet sendiri yang dipimpinnya.

Dalam beberapa kali Sidang Kabinet Paripurna atau Terbatas kita sering mendengar bagaimana Presiden menyatakan adanya perintah-perintahnya yang tidak dilakukan oleh separuh (50%) dari anggota kabinetnya. Bahkan tidak jarang Presiden SBY memberikan penilaian langsung kepada satu atau dua menteri yang kinerjanya kurang baik.

Sesuai fatsun politik yang berlaku, Presiden memang patut berkonsultasi dengan para pemimpin partai yang berada di dalam Sekretariat Gabungan (Setgab). Namun, lagi-lagi presiden memiliki otoritas untuk menentukan siapa saja menteri yang perlu dipertahankan atau diganti.

Sebagai pemimpin politik, presiden harus memiliki keberanian politik untuk mengganti mereka yang tidak profesional di kabinetnya, apakah ia menteri yang berasal dari partai politik atau bukan. Ia harus berani mengambil risiko demi mengejar kesempatan yang baik bagi Indonesia tiga tahun mendatang.

Reshuffle bukanlah sekadar perbaikan citra ataupun demi mengejar uang untuk 2014, melainkan bagaimana meningkatkan dan mengefektifkan kerja kabinetnya. Para menteri yang diduga tersangkut korupsi harus dicopot sementara sampai kasus hukum yang ada di kementeriannya tuntas.

Mereka yang kinerjanya tidak baik dalam persoalan keamanan energi, peningkatan sarana dan prasarana jalan, pelabuhan, bandar udara, persoalan perumahan rakyat, pertanian, ekonomi dan perbankan, usaha kecil dan menengah, sampai ke soal ketenagakerjaan tentunya harus diganti. Persoalan penegakan hukum kasus-kasus korupsi dan penghormatan kepada HAM juga menjadi sorotan masyarakat, karena itu jika kinerja menterinya kurang baik harus pula diganti.

Presiden SBY harus meninggalkan warisan politik dan ekonomi yang baik bagi negeri ini untuk melangkah ke masa depan. Tantangan pada 2014 agar tercipta konsolidasi politik di tingkat nasional sudah di depan mata. Negara atau state harus benar-benar dirasakan otoritasnya di mata rakyat.

Tantangan 2015 dan 2020 terkait dengan globalisasi ekonomi harus dihadapi Indonesia. Kini pun kita sudah merasakan betapa krisis ekonomi dunia yang disebabkan oleh soal utang negara-negara Eropa dan defisit anggaran belanja AS yang makin meningkat, sudah terjadi tahun ini tanpa harus menunggu sampai 2013.

Jika hasil reshuffle nantinya lebih untuk peningkatan citra politik presiden dan bukan demi perbaikan kinerja kabinet, tingkat kepuasan dan kepercayaan publik kepada kabinet dan presiden akan semakin merosot!

Bentrok, Massa Pro dan Kontra Reshuffle Dibubarkan Polisi

Metrotvnews.com, Jakarta: Unjuk rasa pro dan kontra reshuffle kabinet di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (29/9), berujung bentrokan. Puluhan polisi akhirnya membubarkan paksa kedua kelompok yang terlibat baku hantam dengan menggunakan kayu.

Sebelumnya, aksi yang digelar masyarakat pro reshuffle kabinet berlangsung tertib. Selain mendukung rencana reshuffle, massa juga mendesak Menteri ESDM Darwin Saleh segera dicopot dari jabatannya karena dinilai gagal memimpin Kementerian ESDM.

Sebaliknya massa yang menolak reshuffle menilai Darwin Saleh masih layak menjadi menteri. Dalam orasi masing-masing, kedua kelompok saling menghujat hingga akhirnya berubah menjadi bentrokan.

Upaya polisi melerai bentrokan nyaris tak membuahkan hasil, sehingga polisi membubarkan paksa kedua kelompok itu dengan menggunakan kayu.(DSY)

Reshuffle Kabinet

Boni Hargens, Pengamat Politik

Apa motif di balik kembali munculnya isu reshuffle sekarang?

Itu hanya dagangan politik dari Presiden SBY dan Partai Demokrat. Isu ini menjadi alat untuk menjaga koalisi. Dan, partai-partai 'nakal' yang tergabung dalam koalisi akan kembali mengatur barisannya dengan adanya isu menteri-menteri mereka yang akan diganti. Maka itu, saya sebut isu reshuffle hanya 'dagangan politik' dari pemerintah.

Padahal, reshuffle ini sangat diperlukan karena banyak menteri yang berkinerja buruk, namun masih dipertahankan. Misalnya, menteri-menteri yang diduga terlibat kasus korupsi, pemerintah seharusnya tidak menunggu adanya penetapan tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan adanya dugaan praktik korupsi dalam kementeriannya, secara tidak langsung masyarakat menilai buruk pemerintahan SBY.

Selain itu, ada juga menteri yang digugat cerai oleh istrinya. Ini merupakan preseden moralitas yang buruk dari menteri tersebut. Dengan begitu, sedikitnya ada empat menteri yang seharusnya di-reshuffle, yaitu Tifatul Sembiring (menteri Komunikasi dan Informasi), Patrialis Akbar (menteri Hukum dan HAM), Andi Mallarangeng (menteri Pemuda dan Olahraga), dan Suharso Monoarfa (menteri Negara Perumahan Rakyat).

Di samping sebagai gertakan untuk partai koalisi, apakah isu reshuffle sekarang sebagai pengalihan isu?

Saya pernah berbincang dengan Kuntoro Mangkusubroto yang menjadi ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dari pembicaraan tersebut, dikatakan jika SBY kesulitan untuk melakukan reshuffle terhadap menteri-menteri yang memiliki catatan buruk. Sebab, mereka merupakan representasi dari partai-partai koalisi. Ini yang membuat politik kita keliru. Mestinya pengaturan kabinet adalah hak prerogatif dari seorang presiden, tidak bisa diatur-atur oleh partai koalisinya.

Jika ada menteri yang tidak bisa diatur, presiden bisa langsung menggantinya. Hal itu pun akan berdampak kepada presidennya. Masyarakat kan melihat siapa presidennya, bukan menterinya. Partai Demokrat juga tidak bisa melihat bahwa SBY tidak memiliki kesalahan. Presiden kan harus dapat mengontrol dan memilih menteri-menteri yang berkualitas dan berintegritas. Jika banyak menteri yang bermasalah, ini menandakan kurangnya kontrol dari kepala kabinetnya, dalam hal ini presiden.

Reputasi SBY pun menjadi buruk yang mengakibatkan legalitas Presiden bisa turun dan kepuasan masyarakat pun ikut menurun. Tapi, sekali lagi, jika ada menteri yang dicopot, semisal Muhaimin Iskandar (menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), tentunya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) tidak akan ikhlas.

Untuk sekarang, apakah reshuffle akan benar-benar dilakukan Presiden?

Saya sih (tetap) meragukannya. Tapi, kita lihat saja, apakah pemerintah memiliki keinginan untuk membersihkan kabinetnya atau ada kompromi politik, dan lagi-lagi ini hanya isu dan hanya ramai-ramai sesaat. Inilah yang saya sebut 'kegenitan politik' dari pemerintah.






Heru Lelono, Staf Khusus Presiden

Isu reshuffle semakin menguat dan selalu muncul setiap tahun?

Yang memunculkan siapa? Kan publik sendiri, media, pengamat. Masyarakat lain menilai bagaimana kok malah orang ini mendorong, memaksa Presiden, itu kan hak prerogatif Presiden. Tidak ada ritual (reshuffle) sebenarnya. Setiap Oktober kan selalu begini, padahal Presiden bisa mengganti (menteri) kapan saja. Beliau ingin mencapai sesuatu yang lebih, maka para menteri harus siap bekerja keras, kalau tidak mampu, ya siap-siap diganti.

Apakah Istana akan mengikuti aspirasi masyarakat yang ingin perubahan di kabinet?

Secara pribadi, saya senang kok dengan isu reshuffle itu. Harapan saya, para menteri malah dapat bekerja keras supaya tidak diganti. Kalau ada menteri yang sedang dikabarkan reshuffle malah jadi malas dan gundah, buat Presiden gampang, ya langsung diganti saja. Artinya, orang ini agak bodoh malahan. Kalau dia merasa sudah tidak pantas, diganti. Kalau tidak mau diganti, tunjukkan kinerja dong, itu yang penting.

Artinya, evaluasi pasti ada, namun tidak tentu berujung pada reshuffle?

Evaluasi secara keseluruhan, itu pasti. Yang ingin dicapai pemerintah adalah pembangunan untuk masyarakat. Reshuffle menteri adalah untuk perbaikan. Tapi, kalau ada sektor lain yang tak melakukan perbaikan, mau diganti (reshuffle) berapa kali pun, tidak ada gunanya.

Tanggung jawab kewajiban pembangunan ini kan sudah terbagi habis, apakah itu regional, kedaerahan, atau sektor. Jadi, kalau yang diperbaiki hanya satu sisi-tetapi DPR/DPRD tidak memperbaiki kondisinya, kepala daerah tidak bekerja sama dan hanya menonjolkan ego masing-masing-omong kosong menteri mau di-reshuffle berapa kali tidak akan ada gunanya.

Tapi, seberapa besar kemungkinan reshuffle itu?

Reshuffle sangat mungkin terjadi (setelah ada evaluasi menyeluruh). Mengenai siapa menteri yang diganti, saya tidak bisa menjawab. Saya pernah mengatakan, yang tahu itu mungkin hanya SBY dan Tuhan. Tapi yang jelas, yang dipikirkan Presiden dalam 3,5 tahun (sisa periode keuasaan-Red) ingin mencapai hasil setinggi-tingginya. Kalau ada menteri yang tidak mengikuti niatan itu, ya memang harus diganti supaya tidak menghambat target-target yang ingin dicapai Presiden. Para menteri jangan gundah, tetapi harus tunjukkan kerja keras bahwa Presiden ingin mencapai itu.

Sikap Presiden jika ada menteri berstatus tersangka?

Pasti akan dinonaktifkan, dijamin itu. Atensi Presiden sudah pasti, tidak mungkin tidak. Di mata hukum semua harus duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Presiden sudah berkali-kali mengatakan, tidak bisa dilindungi karena kekuasaan.

Selasa, 04 Oktober 2011

contoh sosiologi politik

Sosiologi Politik

Bag 2

Latar Belakang Munculnya Partai Politik

Definisi minimal partai politik adalah organisasi sosial yang berupaya mempengaruhi pemilihan personal untuk duduk dalam pemerintahan dengan menempatkan orang-orangnya dalam badan yang menentukan pemilihan tersebut; dan kebijakan yang dikeluarkan. Dalam kenyataannya definisi berkembang lebih beragam, sehingga dapat disimpulkan bahwa partai politik selalu berkaitan dengan upaya untuk memperoleh kedudukan dalam sistem kekuasaan agar dapat mempengaruhi terciptanya kebijakan umum.

Secara sederhana partai politik memiliki fungsi: (1)representasi, konversi, dan agregasi; (2) integrasi (sosialisasi, partisipasi, dan mobilisasi) ; (3) persuasi, represi, rekrutmen, dan pemilihan pimpinan; serta (4) pertimbangan dan perumusan kebijakan dan kontrol pemerintah.

Sistem Partai Politik

Praktik sistem kepartaian sering berbeda antara satu dengan lain negara. Perbedaan ini dapat dilihat dari jumlah partai dan dominan partai yang ada. Dengan dasar ini dapat dibuat penggolongan, yaitu sistem partai tunggal, dwipartai atau multipartai. Cara lain dapat juga digunakan dengan melihat sifat kepartaiannya, apakah integratif atau kompetitif. Dengan menggunakan kerangka ini pula, sistem kepartaian di Indonesia dapat dilihat dari dua masa, yaitu masa Orde Lama yang lebih dominan menggunakan sistem multipartai dengan beberapa kali perubahan antara sistem pemerintahan presidentil dan parlementer, sedang pada masa Orde Baru yang menggunakan sistem “partai terbatas”, kalau tidak dapat disebut sebagai sistem “partai tunggal”, dengan sistem pemerintahan presidentil.

BUDAYA POLITIK

Pengertian Budaya Politik

Pembahasan tentang kebudayaan politik sering kali dibingungkan dengan persoalan definisi konsep, penentuan indikator serta parameternya. Di satu pihak, pendekatan Antropologi telah memberikan “payung” tentang pengertian kebudayaan, namun untuk operasionalisasinya sebaiknya digunakan definisi yang digunakan oleh Almond dan Verba yang lebih empirik. Kerangka mereka akan lebih mudah digunakan untuk studi-studi kuantitatif.

Selanjutnya, bagaimana kebudayaan politik suatu masyarakat dapat dipahami, tekanan Almond dan Verba pada orientasi harus difokuskan pada aspek-aspek politik yang secara obyektif dapat diteliti dalam masyarakat. Model analisa Almond dan Verba ini telah memberikan kerangka berikut operasionalisasi konsepnya untuk penelitian lebih lanjut. Konsep orientasi dan sikap yang dioperasionalisasikan menjadi pemahaman, perasaan dan penilaian cukup tajam untuk diterapkan bagi penelitian lebih jauh. Terpenting dalam model kebudayaan politik mereka adalah klasifikasi tentang budaya politik parokial, subyek dan partisipan. Walaupun klasifikasi ini berwarna “Barat” dalam melihat hubungan negara dan masyarakat, namun secara konseptual model ini dapat digunakan untuk analisis masyarakat Timur.

Budaya Politik di Indonesia

Studi tentang kebudayaan politik di Indonesia dengan menggunakan model ini kiranya belum dilakukan. Namun dari beberapa literatur yang membahas kebudayaan politik, dapat disimpulkan secara umum bahwa kebudayaan politik di Indonesia cenderung bertipe parokial. Pada tingkat nasional, dengan pengaruh kuat budaya Jawa, baik secara konstitusional (Pancasila) maupun dalam praktik (perilaku elit), corak kebudayaan politik parokial sangat dominan. Dilihat dari struktur kenegaraan dan kebudayaan Timur umumnya, tipe kebudayaan politik parokial seperti ini dimungkinkan bertahan. Walaupun tekanan bagi demokrasi dan partisipasi warga yang semakin meningkat akhir-akhir ini untuk mewujudkan pola kebudayaan partisipan, baik domestik maupun internasional, pada tingkat elit dan konstitusional kebudayaan politik parokial akan tetap mewarnai sistem politik di Indonesia.

DEMOKRASI

Pengertian dan Definisi

Demokrasi didefinisikan sebagai suatu sistem politik yang didasari oleh aturan yang dikuasakan kepada suatu pengaturan yaitu pemerintah, yang secara langsung atau tidak langsung berdasarkan kepada kehendak sebagian besar anggota masyarakat atau komunitas yang bersangkutan. Demokrasi didasarkan pada aturan mayoritas tetapi dengan melindungi hak-hak kelompok minoritas. Hak-hak yang melekat dalam sistem demokrasi adalah persamaan di depan hukum, kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan perlindungan terhadap perlakuan dan penahanan yang sewenang-wenang.

Demokrasi berpedoman pada prinsip “rule by the people” yang prinsipnya adalah demokrasi perwakilan merupakan kontrol rakyat terhadap penetapan kebijakan, persamaan kedudukan dalam praktik politik, kebebasan politik, dan prinsip demokrasi mayoritas. Bentuk-bentuk demokrasi antara lain adalah demokrasi radikal, demokrasi terpimpin, demokrasi liberal, demokrasi sosialis, dan demokrasi majemuk.

Kondisi-kondisi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Demokrasi

Catatan penting yang perlu diingat dalam pembahasan tentang demokrasi adalah pengakuan dan penegasan tentang hak-hak warga negara dalam pengelolaan negara. Dari definisinya, prinsip dasar dari demorasi adalah puncak kekuasaan terletak pada kehendak rakyat. Namun dalam prakteknya bagaimana kehendak rakyat ini direpresentasikan, banyak mekanisme dapat digunakan. Variasi dalam mengelola “kehendak rakyat” ini melahirkan bentuk-bentuk demokrasi, seperti yang dipaparkan dalam tabel di atas. Bentuk-bentuk demokrasi ini merupakan bentuk ideal, yang dalam paktiknya masih terdapat beberapa pengecualian, seperti di Indonesia dengan “Demokrasi Pancasila”nya.

Namun bagaimanapun juga, suatu bentuk ideal harus dapat didefinisikan agar dapat dioperasionalisasikan ke dalam kehidupan nyata. Beberapa indikator dan prasyarat praktik demokrasi, seperti yang dikemukakan Beetham, adalah mutlak diperlukan guna membantu kita membuat analisis yang lebih tajam. Prasyarat ini merupakan perwujudan dari keharusan menghormati hak-hak warga negara, atau hak-hak asasi politik secara umum, dan dapat menjadi petunjuk bagaimana demokrasi dilanggar di beberapa negara. Tentunya, penerapan demokrasi juga harus dilihat sebagai suatu proses, dan karenanya ada kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan demokrasi. Pertumbuhan ekonomi, komitmen elit politik, dan dikembangkannya institusi (kelembagaan) politik merupakan kondisi yang seharusnya ada walaupun belum menjamin pertumbuhan demokrasi itu sendiri.

GERAKAN SOSIAL

Pengertian dan Definisi

Dari definisinya, hal pokok yang perlu diingat adalah bahwa gerakan sosial merupakan perilaku kolektif yang teroraganisasi untuk suatu tujuan yang berkaitan dengan perubahan sosial. Namun harus diingat juga bahwa terdapat tipe-tipe gerakan sosial yang justru ingin mempertahankan keadaan yang sedang berjalan, seperti gerakan konservatif. Analisis Sosiologi klasik tentang gerakan sosial memang banyak merujuk pada perspektif Marx tentang pertentangan kelas dan revolusi yang digerakan oleh kaum buruh. Namun, Smelser justru melihat perilaku kolektif yang kadang tidak memiliki latar belakang perjuangan politik yang jelas merupakan potensi yang besar menjadi suatu gerakan yang terorganisasi. Catatan pentingnya adalah, gerakan-gerakan sosial modern menunjukkan kompleksitas yang lebih luas dan beragam bentuknya dibanding gerakan-gerakan sosial klasik, dan karenanya gerakan sosial modern dapat muncul dalam rupa dan fokus perjuangan yang berbeda-beda serta dengan cara yang berbeda pula tanpa dengan cara radikal dan kekerasan.

Perspektif Sosiologi tentang Gerakan Sosial

Secara teoritik, munculnya suatu gerakan sosial harus dilihat sebagai suatu rentang proses, berkembang melalui tahap-tahap yang dapat diamati, seperti dimulai dari adanya ketidakpuasan sosial, yang kemudian berkembang menjadi protes-protes dan seterusnya menjadi suatu gerakan yang terorganisasi, dan dapat terjadi jika perjuangan telah tercapai akan dengan sendirinya menghilang. Hal lain adalah, perlu dibedakan antara gerakan sosial dengan kecenderungan (trend) sosial. Perubahan sosial dapat menimbulkan trend sosial, namun belum tentu berakhir dengan munculnya gerakan sosial. Perubahan sosal dapat langsung menghasilkan gerakan sosial jika perubahan tersebut tidak dapat diakomodasi oleh masyarakat melalui transformasi atau adaptasi yang timbal-balik (masyarakat dan perubahan sosial saling menyesuaikan).

KEMAJEMUKAN DAN INTEGRASI SOSIAL

Kerangka Analitik

Untuk menganalisis suatu masyarakat majemuk kiranya menuntut suatu kerangka yang demikian kompleks. Pendekatan institusional yang lebih menekankan institusi sosial dipandang masih belum memadai mengungkap dinamika dan kompleksitas kemajemukan. Pendekatan dimensional dari Berghe terlihat lebih komprehensif dan operasional untuk digunakan sebagai kerangka penelitian. Bagaimana pun juga kedua pendekatan ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap analisis-analisis kemajemukan dan integrasi sosial pada dekade selanjutnya, dan hingga sekarang masih menjadi acuan penting.

Integrasi Sosial dalam Masyarakat Majemuk

Integrasi sosial tidak hanya sebuah ungkapan normatif, melainkan juga telah lama menjadi persoalan akademik. Secara sosiologis, terdapat dua pendekatan utama melihat hal ini: konsensus yang lebih menekankan pada dimensi budaya, dan konflik yang lebih menekankan dimensi struktural. Bagaimana kedua pendekatan ini menjelaskan tercapainya integrasi sosial tentunya saling berbeda. Menurut pendekatan konsensus integrasi dapat dan semestinya dicapai melalui suatu kesepakatan; sedangkan menurut pendekatan konflik, integrasi hanya dapat dicapai melalui suatu dominasi satu kelompok atas lainnya. Kedua pendekatan ini telah menunjukkan sumbangannya yang besar terhadap analisis-analisis integrasi sosial hingga sekarang.



Contoh Sosiologi Politik

Permasalahan Penduduk di Indonesia Terhadap Lingkungan Hidup

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa. Indonesia merupakan negara mega biodiversity kedua setelah Brazil. Indonesia memiliki 42 ekosistem darat dan 5 ekosistem yang khas. Indonesia juga memiliki 81.000 km garis pantai yang indah dan kaya. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 22 % dari seluruh luas mangrove di dunia.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura.

Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie, coordinator Komunitas Tionghoa Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ekosistem atau system kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, (tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman hayati di pantai dan perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 43% pendudu Indonesia masih tergantung pada kayu bakar. Dan pada tahun 2003, hanya 33% penduduk Indonesia mempunyai akses pada air bersih melalui ledeng dan pompa. Tahun 2000, Jawa dan Bali telah mengalami defisit air mencapai 53.000 meter kubik dan 7.500 meter kubik, sementara di Sulawesi 42.500 meter kubik. Saat yang sama banjir telah melanda di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah salah mengelola air di Bumi ini.

Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap lingkungan hayati, sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, laporan Bank Dunia menyebutkan, bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982, menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta hektar pada tahun 1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat dalam decade ini. Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan tingkat deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun. Apabila tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta hektar per tahun, maka 48 tahun ke depan, seluruh wilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan panas. Lautan di Indonesia juga mengalami kerusakan terumbu karang. Data dari Bank Dunia bahwa saat ini sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak parah, 29% rusak, 25% lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalamkeadaan alami. Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak udang). Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran. Ini terjadi di kawasan-kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta dan Surabaya.

Menurut Ir. Boby Setiawan MA., PhD, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, untuk mamalia terdapat sekitar 112 jenis yang terancam punah di Indonesia. Sementara untuk burung, terdapat sekitar 104 jenis yang mengalami ancaman serius.

Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur (1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung (1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan. Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan global.

Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.

Tahun 2008 dicanangkan sebagai tahun sanitasi sedunia. Jumlah penduduk yang melonjak dipastikan menambah persoalan sanitasi. Sekitar 1 juta jamban di kawasan Jabotabek dibangun dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur. Jika penduduk kota terus melonjak, entah karena urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya tetap bisa dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di kota menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.

Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.




Sosialisasi politik merupakan dimana seseorang dapat mengetahui berbagai macam pengetahuan dari interaksi dengan lingkungan masyarakatnya,baik pengetahuan moral, nilai - nilai dan pola sikap perilaku politiknya. Sosialisasi politik juga dapat diartikan sebagai proses internalisasi nilai pengenalan dan pemahaman, pemeliharaan, dan penciptaan, serta proses eksternalisasi nilai-nilai dan pedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok yang lain.

Sosialisasi Politik pada anak-anak dimulai dari keluarga karena keluarga merupakan agen sosialisasi yang pertama. Dalam keluarga diajarkan mengenai berbagai macam peraturan nilai-nilai dan Sikap-sikap politik. Keluarga juga mengajarkan mengenai mekanisme imitasi - intruksi, dan motivasi maksudnya menirukan berbagai macam sikap individu lain, penjelasan diri mengenai suatu peristiwa, dan adanya sikap dari individu untuk memberikan dorongan kepada individu lain. Dalam keluarga individu menerima warisan nilai-nilai pada tahap awal hidupnya. Sosialisasi ini dapat terjadi secara represi/partisipatoris.

Pendidikan merupakan agen sosialisasi yang kedua sebab sekolah menjalankan fungsi transformasi ilmu pengetahuan, nilai, dan sikap yang didalamnya juga termasuk ilmu nilai dan sikap politik. Selain itu didalam pendidikan juga terdapat agen sosialisasi politik yang lain yaitu kelompok sebaya/teman sebaya yang sifatnya informal. Didalam kelompok sebaya kita dapat saling bersosialisasi dan bertukar pikiran mengenai berbagai macam hal diantaranya mengenai kepribadian,pengalaman dan pengetahuan lainnya termasuk politik.

Sosialisasi politik juga dapat terjadi didalam kelompok kerja dan kelompok agama. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antar individu didalam kelompok - kelompok tersebut seperti bagaimana cara mereka berkerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang semaksimal mungkin.

Proses sosialisasi politik juga dapat terjadi melalui kelompok – kelompok senggang dan media masa. Proses yang terjadi melalui media masa dapat sangat mempengaruhi individu – individu dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, media masa banyak memberitakan situasi politik suatu Negara secara berkesinambungan. Sehingga dapat berpengaruh seecara luas.

Agen – agen sosialisasi tersebut menghasilkan atau membentuk suatu pengetahuan, nilai – nilai, dan sikap – sikap politik suatu individu dan kelompok dalam suatu masyarakat. Pengetahuan, nilai dan sikap tersebut dapat membentuk kepribadian seseorang dan mempengaruhi daya pikir politiknya. Pengalaman – pengalaman individu tersebut juga dapat mempengaruhi kepribadian pada diri seseorang. Pengetahuan, nilai – nilai, sikap – sikap, kpribadian dan pengalaman bersifat timbal balik dan saling berhubungan secara terus - menerus.

Sosialisasi politik tidak hanya menyangkut proses pembentukan sikap dan orientasi budaya politik pada diri individu warga Negara, tapi juga proses merubah sikap dan orientasi politik para warga Negara, Artinya melalui sosialisasi politik itulah kultur politik yang dikehendaki ditanamkan pada generasi muda, dan bila budaya politik yang berkembang dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan,maka melalui sosialisasi politik itu pula budaya politik baru diperkenalkan dan ditanamkan pada generasi muda.

Sosialisasi politik berpengaruh sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat. Bila proses internalisasi sosialisasi politik dalam suatu masyarakat tidak dapat berjalan dengan baik maka hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan situasi politik suatu Negara. Pada dasarnya sosialisasi politik merupakan factor terpenting bagi setiap individu maupun kelompok-kelompok yang berada di wilayah tersebut.

Sosialisasi politik sangat berkaitan erat dengan keadaan lingkungan wilayah tersebut. Bila pemerintahan wilayah tersebut bersifat stabil,maka proses sosialisasi poltik dapat berjalan dengan baik dan dapat menunjukan agen-agen sosialisasinya dengan lebih jelas. Salah satu hal terpenting yang ada dalam sosialisasi politik adalah bagaimana sosialisasi politik tersebut dapat diterima dengan baik dalam suatu masyarakat.

Pada agen sosialisasi keluarga tedapat 2 elemen yang sangat penting yaitu Orung tua dan saudara kandung. Namun dalam masyarakat yang mengenal system keluarga luas (extended family), agen sosislisasi tidak hanya kedua orang tua dan saudara kandung saja, tatapi juga paman, bibi, kakek, dan nenek. Demikian juga pada masa sekarang ini pengasuh atau baby sitter dan pekerja pada tempat penitipan anak yang secara status bukan anggota keluarga juga berperan besar dalam proses sosislisasi seorang anak.

Pada kelompok sebaya atau sepermainan ( peer group ) anak akan mulai berjalan, berbicara, dan bepergian, ia mulai bertemu dan berinteraksi dengan teman sebayanya, yang biasanya berasal dari keluarga lain. Pada taha[p ini, anak memasuki game stage, fase dimana ia mulai mempelajari berbagai aturan tentang peranan orang – orang yang berkedudukan sederajat. Dengan demikaian, ia mengenal nilai – nilai- keadilan, kebenaran, toleransi atau solidaritas.

Agen sosislisasi berikut nya adalah pendididikan formal atau sekolah. Disini seseorang akan mempelajari hal baru yang tidak diajarkan di dalam keluarga maupun kelompok sebayanya. Sekolah mempersiapkan untuk peran – peran baru di masa mendatang saat ia tidak tetrgantung pada orangtua.

Media Massa terdiri dari media cetak dan media elektronik. Media Massa merupakan bentuk komunikasi dan reaksi yang menjangkau sejumlah besar orang.
Kesimpulan :

Sosialisasi politik itu berawal pada masa anak-anak sampai usia dewasa dan sosialisasi politik merupakan faktor penting bagi setiap individu dan kelompok dalam membentuk suatu kepribadian yang dijadikan sebagai pengalaman hidup individu dan kelompok itu sendiri.

Sosialisasi politik mencakup dua lingkup yaitu proses internalisasi dan proses eksternalisasi meliputi nilai pengenalan, pemahaman, pemeliharaan, dan penciptaan. Sedangkan proses eksternalisasi meliputi nilai – nilai lingkungan dan berpedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok yang lain.

Sosialisasi politik sangat luas dalam masyarakat, untuk itulah pada dasarnya sosialisasi politik merupakan factor terpenting bagi setiap individu mauun kelompok – kelompok yang berada di wilayah tersebut.

pengertian sosiologi politik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah istilah sosiologi

Potret Auguste Comte.
  • 1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.[rujukan?]
  • Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
  • Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

[sunting] Pokok bahasan sosiologi

Pokok bahasan sosiolgi ada empat: 1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.[rujukan?]

Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.[rujukan?]

Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah persmasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.

Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

4. Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

[sunting] Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.[1]

  • Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
  • Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
  • Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
  • Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.[2]

  • Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
  • Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
  • Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
  • Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
  • Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

[sunting] Kegunaan Sosiologi

Kegunaan Sosiologi dalam masyarakat,antara lain:

Sosiologi berguna untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembangunan

Tanpa penelitian dan penyelidikan sosiologis tidak akan diperoleh perencanaan sosial yang efektif atau pemecahan masalah-masalah sosial dengan baik

[sunting] Objek Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]

Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.

Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Objek budaya salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan satu dengan yang lain.

Pengaruh dari objek dari agama ini dapat menjadi pemicu dalam hubungan sosial masyarakat.dan banyak juga hal-hal ataupaun dampak yang memengaruhi hubungan manusia.

[sunting] Ruang Lingkup Kajian Sosiologi

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.[4] Misalnya seorang sosiolog mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya.[5] Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:[6]

  • Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam;
  • Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;
  • Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.

Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

[sunting] Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

[sunting] Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

[sunting] Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

[sunting] Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

[sunting] Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

[sunting] Referensi

  1. ^ William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20
  2. ^ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5
  3. ^ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10
  4. ^ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25
  5. ^ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19
  6. ^ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28

[sunting] Lihat pula



Pengertian Sosiologi Politik

A. Sosiologi
Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, teman. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya.
Sosiologi mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik, ekonomi, dan sosial.
Berikut ini adalah pengertian sosiologi menurut beberapa ahli (http://id.wikipedia.org/wiki /Sosiologi):
• Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
• Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
• Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Menurut pengertian dari berbagai tokoh, dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola hubungan masyarakat serta timbal balik antara gejala-gejala sosial dengan gejala nonsosial.
B. Politik
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya negara. Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Selain itu, politik juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, antara lain:
• Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara.
• Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
• Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik.

C. Sosiologi Politik
Sosiologi politik mempunyai beberapa pengertian yang dilihat dari sudut berbeda beberapa ahli. Berikut ini adalah beberapa pengertian sosiologi politik:
Sosiologi politik adalah cabang ilmu sosiologi yang memperhatikan sebab dan akibat sosial dari distribusi kekuatan di dalam masyarakat, dan dengan konflik-konflik sosial dan politik yang berakibat pada perubahan terhadap alokasi kekuatan tersebut. Fokus utama dari sosiologi politik adalah deskripsi, analisis, dan penjelasan tentang suatu negara, suatu lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi pengunaan kekuatan terhadap suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama berurusan dengan mesin pemerintahan, mekanisme administrasi publik, dan bidang politik formal pada pemilihan umum, opini publik, dan perilaku politik. Analisis sosiologi terhadap gejala politik lebih menitikberatkan pada hubungan antara politik, struktur sosial, ideology, dan budaya (Gordon Marshall, 1998).
Sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan campur tangan ke dalam hubungan yang selalu berubah antara sosial dan politik. Intinya, ketidakmungkinan dalam sosiologi politik membuat sosiologi politik itu penting.
Keberaadaan suatu kata tidak mengindikasikan keberadaan suatu konsep. Demikian juga, ketiadaan suatu kata tidak mengindikasikan ketiadaan suatu konsep. Karenanya kata “social” mungkin ada tanpa konsep dan sebaliknya. Ini diterapkan ke semua hubungan konsep kata bahwa seseorang yang melakukan sosiologi politik akan menggunakan kata ras, gender, kelas, bangsa, orang, kekuasaan, negara, tekanan, kekerasan, kekuatan, hukum, dan lain-lain.
Hubungan ketergantungan antara kata dan konsep memunculkan masalah definisi. “hanya yang tidak memiliki sejarah yang dapat diuraikan.” Karenanya konsep inti dari sosiologi politik tidak dapat diuraikan (http://www.theoria.ca/theoria mengutip Genealogy of Morality, II, 13)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah. Di dalam suatu kelompok manusia terdapat orang yang memerintah dan orang yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang menaati keputusan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini adalah gabungan antara ilmu sosial dan politik yang berfokus pada hubungan antara masyarakat dan pemerintah, dimana pemerintah lebih berperan untuk mengatur masyarakat melalui lembaga kepemerintahannya.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
http://blog.unila.ac.id/young/sosiologi-politik/
http://www.theoria.ca/theoria/archives/2005/12/political-sociology.html
Gordon Marshall, 1998, A Dictionary of Sociology




Sosiologi politik adalah sebuah penyelidikan antara masalah-masalah yang berkesinambungan antara masyarakat dan politik. Dalam korelasinya turut serta membahas struktur, kebudayaan, tingkah laku, pendekatan dan perkembangan melalui metode penelitian.

Konsep sosiologi politik menyangkut empat konsep yaitu sosialisasi politik, partisipasi politik, rekruitmen politik dankomunikasi politik. Sosialisasi politik adalah proses pengenalan seseorang terhadap sistem politik untuk menentukan persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Partisipasi poolitik adalah keterlibatan seseorang terhadap sistem politik pada bermacam tingkatan. Rekruitmen politik adalah proses pendaftaran seseorang untuk mendapat sebuah jabatan.Komunikasi politik adalah proses pengalokasian informasi dari sistem politik kepada sistem politik dan sistem sosial.

Peran sosiologi politik adalah sebagai kajian yang bersifat implisit. Dalam pembahasannya terdapat nilai-nilai yang dapat dikaji dalam keterkaitan system politik, tetapi tidak terdapat kajian idiologis didalamnya.
(Rush, Michael dan Phillip Althof,2007.Pengantar Sosiologi Politik.Jakarta:PT.Raja Grafindo Perseda)

Sosiologi politik dipandang sebagai ilmu Negara yang melibatkan urusan kenegaraan dan suatu masyarakat. Bila mencoba mendefinisikan soiologi politik maka sebuah kajian yang menempatkan masyarakat dalam klasifikasi kajian ilmu sosial.

Dalam konsep yang disajikan menunjukkan terdapat struktur poitik yang menunjukkan adanya dialektika antagonisme yang terintegrasi dalam fenomena masyarakat. Selanjutnya diperdalam dari kajian dialektika itu sendiri secara mendalam untuk mengkaji keberadaan antagonisme. Dan terakhir, antagonisme dibahas secara mendalam suatu antagonisme dipecahkan dan menentukan batasan-batasan yang jelas didalamnya.
(Duverger, Maurice.2005.Sosiologi Politik. Jakarta:PT.Raja Grafindo Perseda)

Sosiologi politik selain dipandang sebagai cabang ilmu pengetahuan baru dari induknya, tetapi pada dasarnya sosiologi politik telah termaktub dari pemikiran ahli sosiolog klasik. Diantaranya Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim. Bila diambil benar merah diantara para tokoh tersebut, sosiologi politik didefinisikan sebagai hubungan antara masyarakat dan individu.

Ada persamaan tokoh tersebut membahas analisis secara makro, penjelasan bersifat komparasi sejarah, mengemukakan adanya perubahan sosial, teorinya dapat diterapkan di semua tipe masyarakat.

Sedangkan pendekatan dan konsep yang digunakan tokoh-tokoh memiliki perbedaan. Marx dengan pendekatan materialisme historis dengan konsep tentang kelas, eksploitasi, alinasi, negara serta ideologi. Pendekatan Weber adalah analisis tipe ideal dan sosiologi intepretatif, dengan konsep rasionalisasi, otoritas, kelompok status serta partai politik. Sedangkan pendekatan Durkheim adalah fungsionalisme sosiologis melalui konsepnya solidaritas sosial, anomie dan kesadaran kolektif.emiliki perbedaan.
(http://mryoyo.infokamu.com/2009/05/06/sosiologi-politik/)



Sosiologi Politik

Bag 1

Pengertian Sosiologi Politik

Terdapat beberapa definisi tentang sosiologi yang dikemukakan oleh berbagai tokoh sosiologi. Benang merahnya adalah bahwa sosiologi pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada masyarakat dan individu, karena menurut sosiologi, masyarakat sebagai tempat interaksi tindakan-tindakan individu di mana tindakan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat. Sosiologi juga memahami tentang lembaga sosial dan kelompok sosial yang merupakan bagian dari masyarakat sebagai unit analisis sosiologi. Selain itu sosiologi juga mempelajari tentang tatanan sosial serta perubahan sosial.

Politik berkaitan pelaksanaan kegiatan dan sistem politik untuk tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan, dalam hal ini adanya penggunaan kekuasaan agar tujuan tersebut dapat terlaksana. Perlu untuk dipahami bahwa tujuan yang telah ditentukan tersebut merupakan tujuan publik dan bukannya tujuan individu.

Sedangkan sosiologi politik dasarnya berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

Sumbangan Pemikiran Teori Klasik pada Sosiologi Politik

Dari beberapa tokoh teori klasik sosiologi ada beberapa tokoh yang dianggap banyak memberikan kontribusi dalam hal teori yang sampai sekarangpun masih digunakan sebagai dasar berpikir dalam menjelaskan sosiologi politik. Tokoh tersebut antara lain adalah Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim. Ketiganya dapat dianggap sebagai tokoh yang utama dalam teori klasik.

Meskipun ketiganya tidak secara jelas menjelaskan tentang sosiologi politik tetapi teori-teori dan konsep-konsep mereka tersebut dapat memberikan suatu pemahaman yang mendalam tentang sosiologi politik dengan berdasarkan teori sosiologi klasik.

Persamaan ketiga tokoh tersebut dalam menjelaskan teorinya adalah:

  1. Memberikan analisis secara makro

  2. Penjelasan bersifat komparasi sejarah

  3. Mengemukakan adanya perubahan sosial

  4. Teorinya dapat diterapkan di semua tipe masyarakat

Setiap tokoh mempunyai pendekatan dan konsep yang berbeda dalam memberikan kontribusi dalam sosiologi politik. Marx dengan pendekatan materialisme historis dengan konsep tentang kelas, eksploitasi, alinasi, negara serta ideologi. Pendekatan Weber adalah analisis tipe ideal dan sosiologi intepretatif, dengan konsep rasionalisasi, otoritas, kelompok status serta partai politik. Sedangkan pendekatan Durkheim adalah fungsionalisme sosiologis melalui konsepnya solidaritas sosial, anomie dan kesadaran kolektif. Konsep kekerabatan, agama, ekonomi, stratifikasi dan sistem nilai dan kepercayaan bersama merupakan faktor-faktor sosial budaya yang banyak memberikan pengaruh pada pelaksanaan sistem politik, di mana masing-masing tokoh akan mengemukakan hipotesisnya dalam pelaksanaan kegiatan politik.

Faktor-faktor Berpengaruh Terhadap Sikap Perilaku Politik Individu

Keluarga

Dari urain di atas nampak bahwa peranan kehidupan keluarga dalam mendorong partisipasi politik seseorang cukup signifikan. Setidaknya dalam keluarga yang memiliki minat politik yang tinggi, cenderung homogen dalam pilihan politik, ditambah dengan tingkat kohesi keluarganya yang cukup tinggi, kecenderungan seorang anak untuk berpartisipasi dalam politik sebagaimana kehidupan politik keluargannya relatif tinggi.

Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi politik seorang anak, diantaranya karena:

  1. Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak

  2. Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) politik orang tua

  3. Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga

  4. Tingkat minat orang tua terhadap politik

  5. Proses sosialisasi politik keluarga


Agama dan Ekonomi

Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu adalah agama yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan di luar rumah pada kenyataannya juga mensosialisasikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.

Selain itu secara ekonomi melalui partisipasi dalam serikat-serikat pekerja juga dapat mendorong individu untuk ikut serta dalam kegiatan politik. Organisasi pekerja merupakan ajang kampanye dan mobilisasi massa untuk dapat ikut berpolitik.

Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan

Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan keyakinan dan pola perilaku individu di berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik. Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalam voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, dan status individu tersebut.

Perilaku politik individu juga dipengaruhi oleh sistem nilai dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Pada masyarakat Indonesia dijumpai sistem nilai dalam bermusyawarah. Sementara itu di Amerika Serikat sistem sekolah dianggap sebagai agen sosialisasi politik.

Pengertian Sosialisasi Politik

Terdapat berbagai macam definisi untuk mengartikan pengertian sosialisasi politik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses internalisasi nilai, pengenalan dan pemahaman, pemeliharaan dan penciptaan, serta proses eksternalisasi nilai-nilai dan pedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok yang lain. Sosialisasi politik ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Agen-agen Sosialisasi Politik

Dalam suatu proses sosialisasi nilai dan perilaku politik diperlukan agen-agen sosialisasi yang merupakan pihak yang melakukan transfer nilai. Agen pertama adalah keluarga dimana individu menerima warisan nilai-nilai pada tahap awal dalam hidupnya. Sosialisasi ini dapat terjadi secara represi atau partisipatoris. Sekolah juga merupakan agen sosialisasi politik sebab sekolah menjalankan fungsi transformasi ilmu pengetahuan, nilai dan sikap yang di dalamnya juga termasuk ilmu, nilai, dan sikap politik. Sosialisasi politik juga dapat melalui teman sebaya (peer group) yang sifatnya informal. Agen sosialisasi terakhir adalah media, dimana berita yang dilihat atau dibaca setiap hari merupakan sosialisasi yang efektif.

Pengertian Partisipasi Politik

Bertitik tolak dari beberapa definisi di atas, maka partisipasi politik secara umum bisa dikatakan merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kebijakannya.

Di sisi lain, partisipasi politik pun diarahkan untuk memperkuat sistem politik yang ada. Dalam tataran ini partisipasi politik dipandang sebagai bentuk legitimasi dari sistem politik yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi politik menjadi salah satu indikator signifikan atas dukungan rakyat baik terhadap pemimpinnya, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya maupun bagi sistem politik yang diterapkannya.


Bentuk dan Model Partisipasi Politik

Partisipasi pada dasarnya merupakan kegiatan warga negara dalam rangka ikut serta menentukan berbagai macam kepentingan hidupnya dalam ruang lingkup dan konteks masyarakat atau negara itu sendiri. Karena itu partisipasi itu sendiri bisa beragam bentuk kegiatannya. Bagaimana pun, ekspresi orang dalam mengemukakan atau dalam merespon berbagai macam permasalahan dan kepentingan politiknya, satu sama lain akan berbeda-beda. Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Ia bisa dilihat sebagai bentuk kegiatan yang secara sadar maupun tidak sadar atau dimobilisasi. Ia bisa dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri. Kemudian dapat pula dilakukan langsung ataupun tidak langsung, melembaga ataupun tidak melembaga sifatnya, dan seterusnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang adalah berdasarkan tinggi rendahnya dan kombinasi kedua faktor tersebut menghasilkan model partisipasi politik.